Mendulang Faidah Dari Kisah Nabi Yusuf Alaihis Salam [Part 1]
Nabi Yusuf alaihis salam dikisahkan secara spesial oleh Allah subhanahu wata'ala dalam surat khusus, yaitu surat Yusuf. Dalam kehidupannya, beliau mengalami kisah yang menyedihkan ketika beliau masih kecil dimana seluruh saudaranya membencinya dan berusaha membunuhnya. Ayah beliau merupakan orang yang terhormat dari keturunan Ibrahim alaihis salam, yaitu Ya'kub alaihis salam. Saya tidak ingin menceritakan dari awal tentang kisah Nabi Yusuf, karena akan sangat panjang. Namun, saya akan ringkas beberapa faidah mengenai kehidupan diambil dari kisah Nabi Yusuf.
Maksiat Saja Dulu, Nanti Tinggal Taubat. Kesempatan Tidak Datang Dua Kali
Dalam rencananya, saudara-saudara Nabi Yusuf yang membencinya memikirkan berbagai cara bagaimana melenyapkan Nabi Yusuf agar perhatian ayahnya teralihkan kepada mereka. Coba perhatikan firman Allah subhanahu wata'ala:
ٱقْتُلُوا۟ يُوسُفَ أَوِ ٱطْرَحُوهُ أَرْضًۭا يَخْلُ لَكُمْ وَجْهُ أَبِيكُمْ وَتَكُونُوا۟ مِنۢ بَعْدِهِۦ قَوْمًۭا صَـٰلِحِينَ ٩
Bunuhlah Yūsuf atau buanglah dia ke suatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik ". (QS. Yusuf: 9)
Lihatlah, mereka merencanakan perbuatan keji untuk membunuh Nabi Yusuf lalu kemudian mereka berencana bertaubat setelahnya agar dosa mereka diampuni. Ini adalah salah satu kepicikan akal manusia yang sering kita alami, yaitu mempermainkan taubat dan menganggap bahwasannya kesempatan maksiat tidak datang dua kali. Betapa banyak orang yang tadinya shalih kemudian mereka dihadapkan dengan kesempatan bermaksiat seperti berzina, meminum khamr, dan yang lainnya kemudian keshalihan mereka seketika mereka lupakan karena menganggap masih ada kesempatan bertaubat.
Husnuzan Kepada Allah Dengan Kesabaran Yang Indah
Ketika saudara-saudara Nabi Yusuf yang menjatuhkannya ke sumur dan menjualnya kepada budak pulang kepada ayahnya, maka ayahnya yaitu Ya'kub merasakan kesedihan yang sangat mendalam ketika mendengar anaknya yang dicintai hilang. Ya'kub mengetahui bahwasannya putra-putranya telah berbohong kepadanya mengenai kehilangan Nabi Yusuf dengan berpura-pura membawa gamis berlumuran darah, namun beliau alaihis salam memilih untuk bersabar dan tidak memarahi 10 putranya yang berbohong tersebut. Allah subhanahu wata'ala berfirman tentang Nabi Ya'kub yang bersabar atas kehilangan anaknya, Yusuf:
وَجَآءُو عَلَىٰ قَمِيصِهِۦ بِدَمٍۢ كَذِبٍۢ ۚ قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنفُسُكُمْ أَمْرًۭا ۖ فَصَبْرٌۭ جَمِيلٌۭ ۖ وَٱللَّهُ ٱلْمُسْتَعَانُ عَلَىٰ مَا تَصِفُونَ ١٨
Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya`qūb berkata, "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku) . Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan". (QS. Yusuf: 18)
Apa yang dimaksud kesabaran yang indah? Para ulama mengatakan kesabaran tanpa mengeluh kepada siapapun dari kalangan manusia. Berbeda dengan kita manusia biasa, ketika mengalami ujian lalu kita mengklaim telah sabar. Di samping itu, kita mengeluhkan musibah tersebut kepada manusia lainnya seolah-olah menganggap takdir Allah tidaklah adil, dan itu bukanlah shabrun jamil. Ingatlah, ketika kita mendapatkan musibah, maka tempat curhat bukanlah kepada manusia yang hanya bisa bersimpati atau mentertawakan, melainkan hanya kepada Allah. Hati-hatilah dalam curhat, jangan-jangan yang dikeluhkan adalah takdir Allah, dan tentunya hal tersebut bisa menjadi dosa besar.
Selain itu, Nabi Ya'kub juga berhusnuzan kepada Allah bahwasannya Yusuf tidak benar-benar mati dimakan serigala sebagaimana yang diceritakan oleh 10 putranya, karena Nabi Yusuf sendiri yang pernah bercerita bahwasannya beliau melihat benda-benda langit sujud kepadanya, dan Nabi Ya'kub meyakini bahwasannya ini adalah pertanda dari Allah akan kemuliaan Nabi Yusuf di masa depan. Allah subhanahu wata'ala berfirman:
إِذْ قَالَ يُوسُفُ لِأَبِيهِ يَـٰٓأَبَتِ إِنِّى رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًۭا وَٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِى سَـٰجِدِينَ ٤
(Ingatlah), ketika Yūsuf berkata kepada ayahnya, "Wahai ayahku , sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku". (QS. Yusuf: 4)
Nikmat Allah Tidak Layak Dibalas Dengan Maksiat Karena Setitik Musibah
Ketika Nabi Yusuf ditemukan oleh musafir di dalam sumur kemudian beliau diperjual belikan sebagai budak, beliau dibeli oleh menteri Mesir yaitu Aziz. Beliau diasuh oleh menteri tersebut bersama istrinya atau yang disebut oleh Imra'atul Aziz. Setiap hari menyaksikan ketampanan Nabi Yusuf dan kemuliaan akhlaknya, Imra'atul Aziz menggoda Yusuf yang sudah beranjak dewasa untuk berzina. Maka Nabi Yusuf mengingat segala nikmat Allah yang diberikan kepadanya dan melupakan seluruh kepedihan yang dia rasakan, yaitu dipisahkan dari ayahnya dan adiknya yang dia cintai. Allah subhanahu wata'ala berfirman:
وَرَٰوَدَتْهُ ٱلَّتِى هُوَ فِى بَيْتِهَا عَن نَّفْسِهِۦ وَغَلَّقَتِ ٱلْأَبْوَٰبَ وَقَالَتْ هَيْتَ لَكَ ۚ قَالَ مَعَاذَ ٱللَّهِ ۖ إِنَّهُۥ رَبِّىٓ أَحْسَنَ مَثْوَاىَ ۖ إِنَّهُۥ لَا يُفْلِحُ ٱلظَّـٰلِمُونَ ٢٣
Dan wanita (Zulaykha) yang Yūsuf tinggal di rumahnya menggoda Yūsuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata, "Marilah ke sini". Yūsuf berkata, "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik". Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung. (QS. Yusuf: 23)
Berbeda dengan kita, ketika mendapatkan suatu musibah maka kita melupakan segala kenikmatan yang telah Allah berikan. Sebagian dari kita terkadang sengaja menjatuhkan diri ke dalam maksiat dengan alasan ujian hidup terlalu berat, takdir Allah tidak adil, dan berbagai macam alibi lainnya. Maka, tidakkah kita renungkan? Bagaimana Nabi Yusuf diuji dengan ujian yang sangat berat sejak kecil, dimana tidak semua laki-laki mampu menghadapinya. Nabi Yusuf diajak berzina oleh wanita yang cantik dan memiliki kedudukan, namun beliau menolaknya karena mengingat nikmat-nikmat Allah. Beliau menganggap bahwasannya ajakan zina tersebut adalah musibah yang akan menghancurkannya. Adapun manusia biasa, maka mereka sendiri yang mencari kesempatan untuk berzina dalam segala kondisi, dan mereka rela mengeluarkan sejumlah uang untuk berzina! Naudzubillahi min dzaalik, semoga Allah melindungi kita dari perbuatan hina tersebut.
Zina Adalah Gerbang Kehancuran Bagi Kehidupan Seseorang Dan Penyakit Masyarakat
Ketika Imraatul Aziz gagal menundukkan Nabi Yusuf di percobaan yang pertama, berita tersebar ke khalayak masyarakat khususnya kalangan wanita. Imraatul Aziz merasa malu akan tersebarnya berita tersebut kemudian berniat untuk mengundang para wanita untuk datang ke rumahnya dan menjamunya dengan lemon dan pisau. Imraatul Aziz memberikan alasannya mengapa dia menggoda Yusuf kepada para wanita yang berkumpul di rumahnya. Kemudian, Imraatul Aziz memanggil Yusuf untuk keluar dengan maksud diperlihatkan kepada para tamunya tersebut. Setelah Yusuf keluar, maka terkagum-kagumlah para wanita tersebut sehingga memotong-motong tangannya tanpa mereka sadari. Allah subhanahu wata'ala berfirman:
فَلَمَّا سَمِعَتْ بِمَكْرِهِنَّ أَرْسَلَتْ إِلَيْهِنَّ وَأَعْتَدَتْ لَهُنَّ مُتَّكَـًۭٔا وَءَاتَتْ كُلَّ وَٰحِدَةٍۢ مِّنْهُنَّ سِكِّينًۭا وَقَالَتِ ٱخْرُجْ عَلَيْهِنَّ ۖ فَلَمَّا رَأَيْنَهُۥٓ أَكْبَرْنَهُۥ وَقَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ وَقُلْنَ حَـٰشَ لِلَّهِ مَا هَـٰذَا بَشَرًا إِنْ هَـٰذَآ إِلَّا مَلَكٌۭ كَرِيمٌۭ ٣١
Maka tatkala wanita itu (Zulaykha) mendengar cercaan mereka diundangnyalah wanita-wanita itu dan disediakannya bagi mereka tempat duduk dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata (kepada Yūsuf), "Keluarlah (tampakkanlah dirimu) kepada mereka". Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa)nya dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata, "Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia". (QS. Yusuf: 31)
Kemudian setelah menyampaikan alasannya menggoda Yusuf, Imraatul Aziz berusaha menggodanya untuk kedua kalinya. Dia berencana jika godaan keduanya gagal, maka dia akan memenjarakan Yusuf. Dan godaan kedua itupun terjadi, maka Nabi Yusuf tetap menolaknya dan kemudian beliau dipenjara secara zalim. Allah subhanahu wata'ala berfirman:
قَالَتْ فَذَٰلِكُنَّ ٱلَّذِى لُمْتُنَّنِى فِيهِ ۖ وَلَقَدْ رَٰوَدتُّهُۥ عَن نَّفْسِهِۦ فَٱسْتَعْصَمَ ۖ وَلَئِن لَّمْ يَفْعَلْ مَآ ءَامُرُهُۥ لَيُسْجَنَنَّ وَلَيَكُونًۭا مِّنَ ٱلصَّـٰغِرِينَ ٣٢
Wanita itu berkata, "Itulah dia orang yang kamu cela aku karena (tertarik) kepadanya dan sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku) akan tetapi dia menolak. Dan sesungguhnya jika dia tidak menaati apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan orang-orang yang hina". (QS. Yusuf: 32)
Lantas, apakah Nabi Yusuf menuruti kemauan Imraatul Aziz tersebut? Jawabannya tidak! Beliau tetap teguh di atas pendiriannya dan tetap meyakini bahwasannya hal tersebut adalah musibah yang akan menghancurkannya. Coba kita bayangkan, bagaimana jika seorang pemuda digoda dua kali oleh wanita cantik dan berkedudukan dalam keadaan yang sunyi tidak ada orang yang mengetahuinya? Itulah Nabi Yusuf, pilihan Allah dan justru beliau lebih memilih dipenjara daripada berzina. Allah subhanahu wata'ala berfirman:
قَالَ رَبِّ ٱلسِّجْنُ أَحَبُّ إِلَىَّ مِمَّا يَدْعُونَنِىٓ إِلَيْهِ ۖ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّى كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُن مِّنَ ٱلْجَـٰهِلِينَ ٣٣
Yūsuf berkata, "Wahai Tuhan-ku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh". (QS. Yusuf: 33)
Dari kisah ini kita belajar, terkadang seseorang akan merasa bahagia dengan kehidupan yang nampak indah seperti gonta-ganti pasangan dan berzina dengan siapapun, padahal itu merupakan awal kehancuran baginya meskipun mungkin dia merasakan kenikmatan sesaat itu. Ingatlah, zina merupakan kehinaan dan penyakit yang tersebar di kalangan muda mudi maupun orang-orang tua, khususnya di negeri kita ini! Dengan mudahnya akses terhadap sosial media, sebagian orang menganggap zina adalah dosa yang biasa-biasa saja. Karena perzinaan, hubungan rumah tangga seseorang menjadi hancur, anak-anak menjadi terlantar, nasab-nasab mereka juga ikut rusak. Betapa banyak kasus perceraian di negeri kita terjadi karena perzinaan, naudzubillahi min dzalik.
Berdakwah dengan kelembutan hati dan memanfaatkan keadaan
Tidak mau menuruti permintaan Imraatul Aziz, Nabi Yusuf akhirnya dipenjara secara zalim. Di penjara itulah beliau memulai dakwahnya kepada dua orang pemuda yang juga masuk ke dalamnya. Dua pemuda ini melihat aura Nabi Yusuf bahwasannya beliau adalah orang yang baik dan jujur, dan kedua pemuda tersebut berniat untuk bertanya ta'wil mimpi kepada Nabi Yusuf. Namun beliau tidak langsung memberikan jawabannya, melainkan beliau memanfaatkan keadaan tersebut untuk mendakwahkan tauhid karena beliau tahu dua pemuda tersebut berasal dari kaum yang menyembah berhala. Allah subhanahu wata'ala berfirman:
وَدَخَلَ مَعَهُ ٱلسِّجْنَ فَتَيَانِ ۖ قَالَ أَحَدُهُمَآ إِنِّىٓ أَرَىٰنِىٓ أَعْصِرُ خَمْرًۭا ۖ وَقَالَ ٱلْـَٔاخَرُ إِنِّىٓ أَرَىٰنِىٓ أَحْمِلُ فَوْقَ رَأْسِى خُبْزًۭا تَأْكُلُ ٱلطَّيْرُ مِنْهُ ۖ نَبِّئْنَا بِتَأْوِيلِهِۦٓ ۖ إِنَّا نَرَىٰكَ مِنَ ٱلْمُحْسِنِينَ ٣٦
Dan bersama dengan dia masuk pula ke dalam penjara dua orang pemuda . Berkatalah salah seorang di antara keduanya, "Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku memeras anggur". Dan yang lainnya berkata, "Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku membawa roti di atas kepalaku, sebagiannya dimakan burung". Berikanlah kepada kami takbirnya; sesungguhnya kami memandang kamu termasuk orang-orang yang pandai (menakbirkan mimpi). (QS. Yusuf: 36)
قَالَ لَا يَأْتِيكُمَا طَعَامٌۭ تُرْزَقَانِهِۦٓ إِلَّا نَبَّأْتُكُمَا بِتَأْوِيلِهِۦ قَبْلَ أَن يَأْتِيَكُمَا ۚ ذَٰلِكُمَا مِمَّا عَلَّمَنِى رَبِّىٓ ۚ إِنِّى تَرَكْتُ مِلَّةَ قَوْمٍۢ لَّا يُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَهُم بِٱلْـَٔاخِرَةِ هُمْ كَـٰفِرُونَ ٣٧
Yūsuf berkata, Tidak disampaikan kepada kamu berdua makanan yang akan diberikan kepadamu, melainkan aku telah dapat menerangkan jenis makanan itu, sebelum makanan itu sampai kepadamu. Yang demikian itu adalah sebagian dari apa yang diajarkan kepadaku oleh Tuhan-ku. Sesungguhnya aku telah meninggalkan agama orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, sedang mereka ingkar kepada hari kemudian. (QS. Yusuf: 37)
Coba perhatikan, ketika Nabi Yusuf berdialog dengan kedua pemuda tersebut, Nabi Yusuf tidak langsung menyerang pribadinya sebagai penyembah berhala, melainkan menggunakan kata kerja orang ketiga yaitu هم (mereka). Ini adalah salah satu metode dalam dakwah, dimana kita tidak langsung menyerang personal orang yang berada di hadapan kita, melainkan menggunakan kata kerja ketiga sehingga orang yang kita dakwahi tidak merasa dihakimi. Jika telah mengetahui orang yang kita dakwahi membuka hatinya, maka kita bisa langsung berdialog dan menasihatinya jika mereka berbuat kesalahan. Selain itu, Nabi Yusuf juga menganggap karena kedua pemuda tersebut membutuhkannya untuk mentakwil mimpi, maka situasi ini dimanfaatkan agar takwil mimpinya menjadi imbalan dari dakwahnya. Maksudnya, Nabi Yusuf bermakud seperti ini, "Jika engkau ingin jawaban ta'wil terhadap mimpimu, maka terimalah dakwahku terlebih dahulu." Kita juga bisa menggunakan metode dakwah seperti ini kepada orang-orang di sekitar kita. Atasan bisa menggunakannya untuk memancing karyawan agar ikut kajian, dokter bisa berkata kepada pasiennya, "Daripada melamun, mending baca Al-Qur'an dan dzikir." Karena secara psikologi, orang yang sedang membutuhkan kita lebih mudah menerima nasihat kita daripada orang yang tidak membutuhkan kita sama sekali.
Agun Buhori,
20 Ramadhan 1445H
Komentar
Posting Komentar