Ngaji Perbaperan

Setelah bertahun-tahun digembleng oleh berbagai macam hiburan seperti musik cinta-cintaan, sinetron cinta-cintaan, konten cinta-cintaan, akhirnya berhasil-lah hiburan-hiburan tersebut mengubah mental pemuda bangsa menjadi mental galau-an dan baper-an. Akhirnya, setelah muncul dakwah-dakwah yang mengajak agar kembali kepada Allah, ustadz / ustadzah yang digandrungi ya ustadz-ustadz / ustadzah-ustadzah yang paling pandai membawa konten yang "baper-baperan" juga. Banyaknya pemuda yang hijrah adalah hal yang patut disyukuri, meskipun banyak yang hijrah gara-gara "disakiti oleh dia", "ditinggalkan oleh dia", atau "dianya sama orang lain". 

Akan tetapi sebagai pemuda tidak-lah boleh berlarut-larut dengan hal demikian (yakni baper-baperan), sedangkan fundamental dalam agama Islam yaitu tauhid dimana seluruh rasul diutus untuknya! Bukan hanya melayani pemuda yang sedang galau atau baper kemudian hijrah.

Bukankah di zaman rasul banyak pemuda? Bukankah para pemuda justru menjadi pilar agama Islam di masa awal-awal? Apakah mereka kaum baperan? Apakah begini cara rasul menyeru pemuda?

"Kamu ditinggalin sama dia ya? Jangan sedih, Allah tempat kembalimu."

Akan tetapi Rasul menyeru agar manusia menyembah hanya kepada Allah, bergantung kepada Allah, apapun masalahnya, bukan hanya soal percintaan.

Akhirnya, karena larutnya para pemuda dalam kajian baper-baperan, menjadikan kajian soal tauhid terkesan tidak penting sama sekali, bahkan orang yang mendakwahkannya dituduh sebagai orang yang keras lah, kaku lah, tidak FOMO lah. Kajian-kajian soal tauhid seolah-olah bukan kajian yang harus dihadiri oleh banyak orang hingga tumpah-tumpah keluar masjid layaknya kajian soal baper-baperan. Sungguh miris, Ustadz Mufy Hanif Thalib pernah berkata,

"Ana pernah menghadiri kajian Syaikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafizahullah, beliau sudah sangat tua, setelah masa covid, beliau menggunakan kacamata yang sangat tebal. Beliau memulai lagi kajiannya di Masjid Nabawi setelah siatus dari covid, apa yang beliau kaji? Tauhid! Padahal disana sudah sangat sering tauhid itu dikaji, akan tetapi dikaji lagi, dikaji lagi. Menyedihkan di Indonesia, kajian soal fulus, FULL, kajian soal pranikah, BIKIN TENDA SAMPE KELUAR, kajian tauhid? 2 SHAFF SAJA JAMA'AH. Subhanallah."

Bayangkan, negeri Saudi dan Madinah yang notabene banyak para ulama dan tempat peradaban Islam itu bermula masih mengkaji soal tauhid fundamental, bagaimana dengan Indonesia? Padahal, di Indonesia PR yang sangat besar adalah tauhid! Segala kerusakan yang terjadi akibat banyaknya praktek kesyirikan yang tidak disadari oleh masyarakat. Saat ini, masyarakat menggantungkan nasibnya kepada jimat-jimat, khodam, tathoyyur, dan lain-lain. Bukankah begitu banyak konten di sosial media terhadap keyakinan masyarakat? Miris bukan?

Giliran kami menyeru agar para da'i maupun penuntut ilmu menyibukkan diri kepada tauhid, mereka selalu menimpali bahwa hal tersebut akan menyinggung perasaan orang, tidak toleran, memecah belah, dan menghancurkan kerukunan. Seolah-olah kajian itu ya harus ikut selera pasar, kalo demandnya gak tinggi ya ndak untung. Subhanallah, bukan untuk ini para rasul diutus. Pernah mendengar kisah dari Ustadz Firanda Andirja hafizahullah,

"Kelak ada Nabi yang membawa pedang di hari kiamat karena dahulu dimusuhi oleh kaumnya, dan dia tidak memiliki pengikut sama sekali."

Pertanyaannya, apakah Nabi tersebut berdakwah kepada kaum yang sedang baper kemudian mengobati kebaperannya? Jawabannya tidak. 

Kajian pranikah memang penting, kembali kepada Allah karena putus cinta juga memang bagus, namun tanpa didasari tauhid yang kuat semua itu adalah NOTHING dan tidak berarti apa-apa, hanya pelampiasan sesaat saja. Dengan tauhid, segala permasalahaan akan ringan, bukan hanya soal baper-baperan, bahkan Allah berjanji akan memberkahi sebuah kaum jika mereka beriman dan bertakwa. Tauhid ibarat pondasi yang ditancapkan dengan sangat kokoh yang akan menguatkan bangunan diatasnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Polemik Musik Antara Adi Hidayat Dengan Ustadz Salafy

Ateis di Eropa