Monarki Lebih Baik Daripada Demokrasi

Demokrasi adalah sistem pemerintahan modern yang dirancang beberapa abad lalu di Yunani. Saya tidak ingin membahas dari awal tentang demokrasi, karena saya sadar orang-orang pasti mengetahuinya. Intinya, demokrasi adalah menyerahkan kebijakan kepada rakyat sehingga manfaatnya akan kembali ke rakyat tersebut. Dalam prakteknya, ternyata demokrasi memiliki banyak cacat dan merusak kehidupan berbangsa hingga lini terkecil. Saya beri contoh yang sangat sederhana, ketika suatu kelas berisi 70% orang nakal dan 30% orang yang baik, maka kemungkinan besar yang menjadi pemimpin kelas tersebut adalah orang nakal yang akan melahirkan kebijakan-kebijakan yang mendukung orang nakal. Hal ini juga berlaku di pemerintahan desa, kabupaten / kota, provinsi, hingga negara. Berikut adalah cacat-cacat demokrasi yang bukan rahasia umum lagi.

Suara orang awam (bodoh) = suara ahli. Suara laki-laki = suara wanita

Saya ingat ketika pulang ke desa, saya berbincang dengan saudara saya mengenai pemilihan kades di desa saya. Dia mengatakan, jika ingin menjadi kades minimal harus mengeluarkan uang mulai dari 500 juta hingga 3 milyar! Hal itu diperlukan untuk biaya kampanye dan menyogok masyarakat agar memilih satu kades. Hal ini juga saya saksikan sendiri dengan mata kepala saya ketika para cakades tersebut berkeliling rumah untuk memberikan uang. Ternyata betul, cakades dengan gelontoran uang terbanyaklah yang menang. Dalam demokrasi, hal ini sangat lazim ketika suara orang awam disamakan dengan suara para ahli, cukup dengan memberikan uang untuk membeli suara tersebut. Mau professor yang banyak jasanya untuk negeri maupun orang awam yang tidak mengerti apa-apa akan sama nilainya dalam sistem demokrasi. Ketika suatu wilayah didominasi oleh orang awam dan mudah disuap, maka orang-orang ahli di tempat itu tidak ada nilainya sama sekali.

Biaya kampanye dan penyelenggaraan yang mahal

Selain harus membeli suara orang-orang awam yang mudah disuap, ternyata biaya kampanye juga tidak sedikit. Ketika kita pelajari datanya, kita mengetahui ternyata gaji pejabat tidaklah seberapa. Namun, apa yang memotivasi mereka menjadi pemimpin dengan gaji yang tidak seberapa itu? Wallahu 'alam. Menurut saya, inilah sebabnya banyak pejabat yang terdorong untuk melakukan korupsi karena hal ini dianggap "balik modal" terhadap dana yang telah dia gelontorkan untuk kampanye. Bahkan di beberapa daerah sampai ada calon gagal yang menyantet, bunuh diri, hingga melakukan pembunuhan. Selain itu, pemerintah harus menggelontorkan banyak uang untuk menggelar pemilu.

Kebijakan yang makin ngawur

Alhamdulillah, meskipun saat ini negara Indonesia adalah negara demokrasi, namun pengaruh agama masih kuat hingga mempengaruhi pola pikir masyarakat terhadap kebijakan yang akan dibuat. Demokrasi di Indonesia tidak se-liberal atau se-sekuler negara lain, karena ketika ada kebijakan yang bertentangan dengan nilai agama masih banyak orang-orang yang memperjuangkannya dan menentangnya. Namun, hal ini tidak menutup kemungkinan bahwasannya demokrasi di Indonesia akan menjadi semakin liberal seiring terbukanya informasi dari barat dan banyaknya orang-orang yang memperjuangkan kebebasan berpendapat. Inilah mengapa masa depan ada di tangan generasi muda, jika generasinya adalah orang-orang yang berpikiran liberal dan minim pengetahuan agama, maka itulah wajah Indonesia di masa depan. Sehingga ketika mereka membuat kebijakan maka rujukannya adalah hawa nafsunya bukan lagi berdasar nilai-nilai agama. Misal, jika pola pikir generasi muda di Indonesia saat ini mentoleransi LGBT, maka tidak menutup kemungkinan LGBT akan legal di Indonesia di masa depan.

Sistem monarki

Sistem monarki adalah sistem yang mewariskan kekuasaan dari pemerintah sebelumnya kepada calon pewarisnya, yang paling umum adalah mewariskan tahta kepada keturunannya. Sistem ini dianut oleh beberapa negara maju contohnya adalah Belanda, Jepang, Inggris, dan Arab Saudi. Meskipun terkesan rakus kekuasaan, sistem monarki memiliki sisi positif yang lebih baik daripada demokrasi, dengan catatan sistem monarki tersebut adalah monarki konstusional dimana konstitusinya adalah hukum Islam. Berikut adalah kelebihannya.

Raja lambang persatuan

Dalam sistem monarki, jarang terjadi masyarakat saling hina satu sama lain dan bermusuhan satu sama lain karena berbeda pandangan politik. Bagi mereka, raja mereka adalah lambang persatuan yang patut dicintai. Meskipun di masa lalu ada beberapa raja yang dianggap zalim, namun hal ini masih lebih baik karena perpecahan tidak tersebar dengan mudah seperti yang terjadi di negara-negara demokrasi.

Biaya politik yang murah

Dalam sistem monarki, pemerintah tidak perlu menggelontorkan triliyunan rupiah hanya untuk menggelar pemilihan pemimpin (pemilu). Calon pewaris tahta biasanya sudah ditentukan berdasarkan urutannya.

Orang awam tetaplah orang awam

Orang awam yang mudah emosi dan mudah disuap tidak dilibatkan dalam proses pemilihan pemimpin dan pengatur kebijakan. Oleh karena itu, dalam sistem monarki orang awam akan sibuk dengan urusannya sendiri daripada mengurus urusan negara yang sama sekali mereka tidak kuasai.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngaji Perbaperan

Polemik Musik Antara Adi Hidayat Dengan Ustadz Salafy

Ateis di Eropa