Mencegah Doktrinasi Sesat

Terkadang saya tertarik kepada dunia psikologi, bagaimana cara pikiran orang bekerja. Salah satu yang pernah saya cari tahu adalah bagaimana cara kita mengubah pikiran orang lain. Perbedaan pendapat di dunia ini adalah hal yang wajar, mengapa? Karena setiap orang yang terlahir mengalami hidup yang berbeda-beda, budaya yang berbeda-beda, dan kecenderungan yang berbeda-beda. Salah satu cara agar orang lain berubah pikirannya adalah dengan doktrin, yaitu memengaruhi orang lain untuk menerima suatu informasi baik benar maupun salah. Bagi saya, doktrin bisa baik bisa juga buruk. Karena dengan doktrin kita bisa menanamkan ke pikiran orang lain informasi yang benar atau yang menyesatkan. Jika seseorang hidup tanpa doktrin, maka kemungkinan besar orang-orang akan terus-terusan membantah dan berada di atas keraguan. Saya beri ilustrasi sederhana.

Anggap ada orang yang bernama Gina yang mengaku open minded (Pikiran terbuka). Gina adalah seorang yang cerdas, dia sekolah di Eropa. Gina selalu mendengarkan apa yang lawan bicaranya utarakan dan menerimanya. Di Indonesia, Gina adalah seorang muslimah yang taat yang tentunya menghormati ajaran-ajaran Islam. Saat belajar di Eropa, perlahan-lahan pandangan Gina soal ajaran Islam mulai berubah. Yang tadinya mengatakan jilbab wajib, kini mengatakan jilbab tidak wajib. Yang tadinya shalat, kini tidak. Yang tadinya mengatakan homo*eksual dilarang, kini menurutnya harus ditoleransi. Semakin banyak informasi yang Gina terima, maka semakin banyak perubahan-perubahan yang ada di dalam dirinya. Saat ada seorang muslim taat (anggap saja Tono) yang ingin menyadarkannya, Gina selalu membantah dan mendebat Tono. Hal ini dalam psikologi adalah hal yang wajar, karena memang orang-orang cenderung akan mempertahankan informasi baru yang baru saja diterimanya daripada informasi yang dulu yang pernah dia yakini. Jika memang butuh perdebatan, maka butuh perdebatan yang panjang dan akan melahirkan debat kusir bahkan tidak berujung. Menurut saya, open minded sebenarnya omong kosong karena manusia dipengaruhi perasaan dan gengsi. Jika seseorang sudah meyakini sesuatu walaupun itu salah, ada orang yang mendebatnya dan argumentasinya masuk akal, maka orang tersebut cenderung akan mencari pembenaran terhadap apa yang dia yakini. Sebenarnya, tidak ada istilah open minded, yang ada itu adalah istilah hati yang terbuka menerima kebenaran. Terkadang seseorang denial (menolak sesuatu hal padahal bukti sudah jelas) bukan karena buktinya, melainkan hatinya tidak menyetujui menerima hal tersebut. Ada yang hatinya telah menyetujui menerima kebenaran, namun rasa takut yang mengalahkannya. Misal, ada seorang yang tidak mau menjadi mualaf dengan alasan keluarganya akan mengucilkannya dan memusuhinya. Semua itu adalah pilihan, dan setiap orang bebas menentukan pilihannya dan mereka harus mau juga menerima konsekuensinya.

Kembali kepada topik, yaitu doktrin. Apa itu doktrin? Singkatnya, doktrin adalah informasi yang telah disusun sedemikian rupa secara sistematis oleh sebagian kelompok, bangsa, atau agama, untuk bisa diajarkan kepada orang lain. Misal, doktrin Islam menyatakan bahwa Allah (Tuhan) itu satu dan Nabi Muhammad ﷺ adalah utusannya. Doktrin Kristen menyatakan bahwa Tuhan itu 3 yaitu Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Begitu juga dengan doktrin-doktrin agama lain. Jika ditanyakan, apakah mayoritas orang yang telah memeluk agama Islam adalah hasil penelitian sendiri? Atau hasil doktrinasi? Jawabannya, hampir semua orang di dunia memeluk agama Islam karena faktor keturunan. Sebagian lagi menerima agama Islam sebagai agama yang benar karena penelitian yang panjang dan perenungan. Jadi, doktrinasi itu tidak sepenuhnya salah namun memiliki tempatnya sendiri. Waktu yang tepat untuk melakukan doktrinasi adalah ketika seseorang dalam keadaan awam, misalnya anak kecil atau orang jahil pada umumnya. Mereka lebih mudah menerima doktrin karena mereka ibarat kertas yang kosong. Berbeda dengan orang yang pikirannya sudah carut marut, ibarat kertas yang banyak coretannya maka akan semakin pusing melihat dan membacanya. Melakukan doktrin kepada orang seperti itu hanya akan menimbulkan perdebatan dan pertengkaran, kecuali kita memiliki kemampuan debat yang sistematis dan mematikan. Maka, jika ingin informasi diterima dengan orang yang sangat kritis, jalannya adalah dengan dialog atau debat yang beradab dan penuh argumentasi ilmiah. Pendebat harus mengetahui potensi-potensi argumen lawan. Misal, untuk berdialog dengan ateis, maka harus lebih dulu paham apa saja argumentasi ateis secara umum yang biasa mereka bawakan. Cari buku-buku mereka dan video-video mereka, kemudian dianalisa dengan baik dan dicari bantahannya. Tentunya perdebatan model seperti ini hanya boleh dilakukan oleh orang yang sangat berilmu dan tajam pikirannya, bukan orang yang hanya ingin terlihat hebat di depan orang lain.

Selanjutnya, terkadang doktrinasi bersifat menyesatkan. Misal, sekelompok orang didatangi kelompok sesat untuk berpuasa beberapa hari tanpa berbuka tanpa sahur, yang mengakibatkan orang-orang tersebut mati seperti yang terjadi di negara Afrika. Kembali lagi, karena yang didoktrin adalah orang awam, maka mereka bisa dengan mudahnya menerima informasi yang salah. Ibarat kanvas kosong, terserah pelukisnya ingin menggambar apa. Apakah ingin menggambar alam yang indah atau sosok iblis yang menyeramkan. Maka dari itu, sudah menjadi kewajiban semua orang untuk terus mencari kebenaran dengan hati yang terbuka. Semakin banyak ilmu atau informasi yang dipelajari dengan hati yang terbuka terhadap kebenaran, maka insyaallah seseorang terhindar dari doktrinasi yang menyesatkan. 

Salah satu trik untuk menghindari doktrinasi sesat adalah menghindari pertanyaan hitam di atas putih (false dillema) ala tero*is. Doktrinasi seperti ini memang sangat ampuh dan bisa dengan mudah mengubah pikiran orang lain. Ciri-ciri doktrinasi ini memiliki pola kalau tidak A ya pasti B, tidak ada opsi lain seperti C, D, E dan seterusnya. Jika seseorang menjawab di luar B, pendoktrin menganggapnya pasti A atau orang yang ragu. Ini adalah contoh pola doktrinasi ala tero*is yang pernah saya baca.

Anggap saja ada danau alami yang tidak terawat, kemudian di sebelah danau ada kolam buatan yang sangat Indah. Kemudian seorang awam ditanya, lebih indah danau alami itu atau danau buatan? Orang awam menjawab: "Danau buatan lebih Indah." Lalu pendoktrin mengatakan, "Maka kamu mengatakan ciptaan manusia lebih indah daripada ciptaan Tuhan." Konyol, bukan? Logika orang awam-pun langsung mati seketika, dan menerima argumentasi pendoktrin. Ini hanyalah ilustrasi, diskusi yang dilakukan oleh tero*is biasanya membahas soal kaitan antara hukum dan tauhid.

Argumentasi yang sering saya terima adalah, ketika ada orang menyerang pemerintah atas nama jihad, kemudian mereka dicegah agar tidak melakukannya, maka mereka langsung menyimpulkan sesuatu begitu sangat cepat. Jika mencegah penyerangan maka tidak menolong mujahidin, jika mengecam mujahidin maka musuh mujahidin, jika musuh mujahidin maka musuh Islam, jika musuh Islam maka telah ka*ir. Narasi lainnya, jika membela pemerintah maka membela th*gut, jika membela th*gut maka kafir. Inilah salah satu contoh pola pikir hitam di atas putih ala mereka. Padahal, bisa jadi seseorang melakukan sesuatu dengan alasan lainnya, bukan karena membenci Islam bahkan memusuhi Islam. Sebagaimana soal danau buatan atau danau alami, terkadang seseorang mengatakan danau buatan lebih indah tidak bermaksud menghina ciptaan Tuhan juga.

Contoh pertanyaan hitam di atas putih adalah,  "Bagus mana hukum buatan Allah atau hukum buatan manusia?" Maka orang awam menjawab, "Buatan Allah lebih bagus." Lalu pendoktrin melanjutkan, "Kamu mendukung siapa, orang yang mendukung hukum Allah apa hukum buatan manusia?" Maka orang awam menjawab, "Hukum buatan Allah." Lalu pendoktrin melanjutkan, "Kalau begitu, ayo ikut aksi ngebom kantor DPR karena mereka para pembuat hukum." Orang awam menjawab, "Saya tidak mau, kalian jangan mengebom mereka." Maka pendoktrin melanjutkan lagi, "Kalau begitu, kamu tidak mendukung hukum Allah tegak di negeri ini dan justru membela mereka. Berarti, hati kamu mendukung hukum selain hukum Allah." Orang awam menjawab, "Maksud saya tidak begitu." Maka pendoktrin membawakan ayat-ayat soal jihad kepada orang awam untuk meyakinkan bahwa aksinya benar, padahal tidak ada kaitannya ayat jihad untuk membangkang dan membunuh penguasa yang zalim. Maka, metode paling ampuh ala mereka adalah cocoklogi ayat yang dianggap "nyambung-nyambung saja."

Padahal, yang ditentang orang awam tersebut bukanlah hukum Allah, namun cara tero*is menegakkan hukum Allah dengan cara yang salah dan brutal. Dalam hatinya, orang awam ingin hukum Allah tegak namun tidak dengan cara menumpahkan darah serampangan. Hukum Allah bisa tegak dengan dakwah, membangkitkan kesadaran, dan memperbanyak persentase orang-orang yang shalih. Terbukti, dampak dakwah bagi masyarakat jauh lebih besar daripada membu*uh orang serampangan. Yang ada wajah Islam menjadi tercoreng dan terkesan brutal. Islam menjadi bahan olok-olok orang lain dan dampaknya banyak muslim yang diintimidasi dan tidak bebas bepergian ke luar negeri. Buktinya, dengan dakwah orang-orang rela meninggalkan syirik, rela menutup aurat, meninggalkan riba, dan lain sebagainya. Dan sebaliknya, menegakkan hukum Islam dengan salah memahami ayat dan membu*uh orang serampangan hanya menghasilkan pelarian bagi pelakunya dan menghilangkan keamanan di suatu negeri. Banyak maslahat yang terganggu, darah orang yang tidak bersalah tertumpah, dan banyak orang-orang kehilangan anggota keluarganya.

Keluar Dari Doktrin False Dillema

Untuk menghindari jebakan doktrin hitam di atas putih seperti di atas, maka fokuslah kepada wasilah (perantara) bukan tujuan, karena pola ini terus terulang berkali-kali. Contoh mudah membantah doktrin hitam di atas putih adalah seperti ini:

Pendoktrin, "Menurutmu shalat di masjid berjamaah bagus atau tidak?"

Kita, "Sangat bagus."

Pendoktrin, "Tapi masjih jauh banget, ayo curi motor itu."

Kita, "Jangan, jangan mencuri itu salah."

Pendoktrin, "Nanti kan Allah maha pengampun, kamu mohon ampun di masjid."

Kita, "Saya tidak mau, kalau tidak sampai masjid ya saya shalat disini."

Pendoktrin, "Berarti kamu tidak mau shalat di masjid. Berarti kamu tidak mencintai syari'at."

Kita, "Kamu jangan bo*oh, saya tidak menyalahkan shalatnya (tujuannya), yang saya tolak itu cara kamu maling motor orang lain demi shalat. Kalo kamu butuh motor itu bisa cari orangnya, kamu minta antar. Kalo tidak mau yasudah, shalat disini lebih baik tanpa dosa daripada shalat di sana dapat pahala dapat dosa juga besar! Yang jadi masalah belum sampai masjid kamu sudah mati duluan nabrak pohon."

Ini adalah rangkuman kaidahnya:

  • “Tujuan baik tidak menghalalkan cara haram.”
  • “Mengapa agama perlu pembelaan dengan cara yang merusak agama itu sendiri?”
  • “Menegakkan syari’at harus dengan cara yang syar’i.”
  • “Dakwah membawa hati; kekerasan hanya membawa kebencian.”

Danau Buatan Manusia vs Buatan Tuhan

Soal indah mana danau buatan manusia atau alami juga dijawab dengan hal yang sama, jika perlu dengan jawaban yang diplomatik.

"Manusia hanya menyusun apa yang telah Tuhan ciptakan, agar lebih indah secara visual dan sesuai di mata mereka. Tentu, pencipta yang hakiki tetaplah Tuhan. Lagian kamu juga masih sisiran, sikat gigi, kadang kamu juga cukur rambut, itu demi estetikamu sendiri bukan berarti kamu menghina ciptaan Tuhan yang menurutmu tidak sesuai. Kamu juga tidak biarkan dirimu berantakan secara alami, kamu terus mengurus dirimu. Di antara bentuk kekuasaan Tuhan adalah memberikan manusia kemampuan mencapai apa yang mereka inginkan, termasuk membuat danau buatan."




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Validasi Orang Lain, Antara Penting Dan Tidak Penting